Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) baru-baru ini mengusulkan penambahan ketentuan khusus dalam rancangan undang-undang yang sedang dibahas mengenai mekanisme keadilan restoratif. Usulan ini muncul sebagai respons terhadap kebutuhan untuk mengatasi tindak pidana luar biasa dan pelanggaran HAM, yang sering kali tidak dapat diselesaikan melalui proses hukum konvensional.
Dalam konteks ini, keadilan restoratif didefinisikan sebagai sebuah pendekatan yang memungkinkan solusi yang lebih manusiawi dan adil melalui mediasi serta dialog di luar jalur persidangan formal. Pendekatan ini diharapkan dapat menjalankan fungsi rehabilitatif terhadap pelaku dan memberikan ruang bagi korban untuk didengar dan dipahami.
Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah, menyampaikan bahwa penting bagi DPR dan pemerintah untuk mempertimbangkan perubahan tersebut dalam rapat dengar pendapat baru-baru ini mengenai revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Poin kunci dari usulan ini adalah penetapan kriteria yang jelas tentang tindak pidana yang tidak dapat dijangkau oleh mekanisme keadilan restoratif.
Penjelasan Mengenai Keadilan Restoratif dalam Konteks Hukum
Keadilan restoratif adalah proses yang menekankan pemulihan hubungan antara pelaku dan korban dengan cara yang kooperatif. Hal ini bertujuan untuk merestorasi kondisi sebelum terjadinya kejahatan, yang seringkali melibatkan diskusi antara kedua belah pihak. Pemahaman ini menjadi semakin penting saat menyikapi pelanggaran yang bersifat luar biasa.
Dalam usulan ini, Anis menekankan beberapa kategori kejahatan yang sebaiknya dikecualikan dari mekanisme keadilan restoratif. Tindak pidana seperti korupsi, narkotika, dan terorisme dianggap terlalu serius dan dampaknya terlalu besar terhadap masyarakat untuk diselesaikan dengan cara ini.
Selain itu, pelanggaran berat seperti kekerasan seksual juga dikhawatirkan dapat memunculkan situasi yang merugikan bagi korban. Dalam hal ini, proses hukum harus tetap berlangsung agar akuntabilitas tetap terjaga tanpa melemahkan suara dan posisi korban.
Pentingnya Pengaturan Khusus Dalam Penegakan Hukum
Pengaturan yang lebih terperinci mengenai mekanisme keadilan restoratif sangat diperlukan agar pelaksanaannya bisa lebih efektif dan efisien. Anis mengusulkan untuk membuat aturan teknis yang dirumuskan oleh pemerintah agar setiap langkah dalam proses RJ bisa dijalankan sesuai dengan peraturan yang ada.
Dia menegaskan bahwa tanpa adanya arahan yang jelas, akan sulit untuk memastikan bahwa keadilan dapat tercapai dengan cara yang seadil-adilnya. Hal ini penting dalam rangka menghindari impunitas atau kekebalan hukum yang bisa terjadi jika pelaku kejahatan tidak dihadapkan pada proses hukum yang sesuai.
Dalam pengusulan ini, terdapat juga perhatian khusus terhadap korban yang biasanya merasa tertekan atau terintimidasi ketika harus menghadapi pelaku di pengadilan. Penggunaan video conference atau penataan ruang terpisah saat memberi kesaksian patut dipertimbangkan untuk meningkatkan rasa aman bagi korban.
Implikasi Dari Penggunaan Video Conference Dalam Proses Hukum
Penggunaan teknologi, seperti video conference, dalam proses hukum diharapkan dapat meminimalisir risiko intimidasi terhadap saksi, terutama dalam kasus-kasus sensitif. Hal ini memberikan keleluasaan bagi korban untuk memberikan kesaksian tanpa harus berhadapan langsung dengan terdakwa.
Lebih dari itu, pendekatan ini juga dapat mendukung kesaksian dari berbagai pihak yang mungkin tidak bisa hadir secara fisik karena berbagai alasan. Dengan demikian, setiap suara saksi dapat masih didengar dan dipertimbangkan dalam keputusan akhir yang akan diambil oleh pihak pengadilan.
Keberadaan infrastruktur teknologi yang memadai juga menjadi kunci untuk memastikan efisiensi dalam pelaksanaan sidang. Penyiapan sistem yang memadai akan menciptakan keadilan yang lebih adil dan transparan bagi semua pihak yang terlibat.













