Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyarankan agar program makan bergizi gratis dihentikan sementara setelah banyak kasus keracunan yang melibatkan anak-anak sekolah. Hal ini menjadi perhatian serius setelah ribuan anak dilaporkan mengalami gejala keracunan makanan setelah mengonsumsi menu yang disediakan dalam program tersebut.
Wakil Ketua KPAI, Jasra Putra, menekankan bahwa pertahanan tubuh anak-anak jauh lebih rentan dibandingkan orang dewasa. Dalam penjelasannya, ia menyebutkan bahwa satu kasus keracunan anak sudah cukup menjadi alasan bagi pemerintah untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap program ini.
“Pemerintah perlu menghentikan sementara program ini hingga instrumen panduan dan pengawasan yang sudah disusun benar-benar diterapkan,” ungkap Jasra dalam pernyataan yang diterima. Dengan kondisi yang ada, sangat penting untuk menjamin keamanan makanan yang diberikan kepada anak-anak.
Pentingnya Evaluasi Program Makan Bergizi Gratis
Program makan bergizi gratis telah menjadi salah satu inisiatif untuk meningkatkan kesehatan dan nutrisi anak-anak di Indonesia. Namun, meningkatnya kasus keracunan menunjukkan bahwa ada yang tidak berfungsi dengan baik dalam pelaksanaan program ini. KPAI meminta tindak lanjut yang serius agar kejadian serupa tidak terulang lagi.
Jasra mencatat bahwa beberapa daerah telah melaporkan kasus keracunan, dari Lamongan hingga Tasikmalaya. Situasi ini menimbulkan kekhawatiran yang mendalam tentang keamanan makanan yang disediakan di sekolah-sekolah.
Dalam konteks ini, edukasi terkait gizi dan keamanan makanan juga menjadi hal yang sangat penting bagi para pelajar. Mereka perlu memahami risiko yang dapat ditimbulkan oleh makanan yang tidak sehat dan tidak bergizi.
Usulan Pengelolaan oleh Sekolah
Di tengah perdebatan mengenai program ini, Wakil Ketua Komisi IX DPR, Yahya Zaini, mengusulkan agar pengelolaan makanan bergizi gratis mulai diserahkan kepada pihak sekolah. Menurutnya, hal ini dapat meningkatkan kualitas dan keamanan makanan yang disajikan.
Yahya menyatakan bahwa jika sekolah diberi kewenangan lebih besar dalam mengelola makanan, maka makanan yang disajikan akan lebih higienis dan sesuai dengan preferensi anak-anak. Hal ini menjadi penting mengingat anak-anak adalah kelompok yang sangat rentan terhadap penyakit akibat makanan.
Dengan perubahan ini, diharapkan sekolah bisa bekerja sama dengan komite sekolah untuk merancang menu yang lebih sehat dan sesuai standar keamanan. Prioritas utama adalah memastikan bahwa setiap anak mendapatkan makanan yang tidak hanya bergizi tetapi juga aman untuk dikonsumsi.
Anggaran dan Transparansi Pengelolaan
Yahya juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap rendahnya serapan anggaran untuk program makan bergizi ini. Realisasi anggaran yang baru mencapai 18,6 persen dari total alokasi menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara rencana pemerintah dan pelaksanaan di lapangan.
Berdasarkan data, meskipun program ini berjalan di 38 provinsi dan melibatkan 22 juta penerima manfaat, informasi mengenai efektivitas dan keberhasilan program ini masih minim. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang transparansi dan akuntabilitas pengelolaan anggaran tersebut.
Dia menekankan perlunya mekanisme pelaporan yang lebih baik agar seluruh transaksi dan penggunaan dana terkait program makan bergizi dapat dipantau dengan jelas oleh publik. Terbuka untuk pengaduan publik juga dapat membantu mendeteksi masalah lebih awal sebelum menjadi krisis.













