Di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, terjadi inisiatif luar biasa untuk melestarikan penyu yang terancam punah. Seorang warga setempat, Henry Ali Sirenger, melakukan tindakan signifikan dengan membeli telur penyu dari para nelayan agar tidak menjadi konsumsi.
Henry menceritakan bahwa banyak nelayan di Kampung Baru dan Senggiling sering kali mengambil atau menjual telur penyu yang mereka temukan di pantai. Kesadaran akan status penyu sebagai hewan yang dilindungi masih rendah, sehingga Henry merasa perlunya tindakan nyata untuk menyelamatkannya.
Dia kemudian melakukan pembelian telur penyu dari nelayan, menekankan bahwa tujuannya adalah untuk pelestarian lingkungan. “Kita tidak mencari keuntungan, tapi berfokus pada penyelamatan,” ujarnya.
Perjuangan Henry Dalam Melestarikan Telur Penyu
Setelah membeli telur, Henry menyerahkan telur-telur tersebut ke pusat konservasi penyu Banyan Tree. Di sana, telur-telur tersebut ditempatkan di dalam lubang yang sudah disiapkan di tepi pantai.
Lubang-lubang tersebut kemudian ditutup dengan jaring untuk melindungi dari predator. Setelah proses inkubasi selama 50-70 hari, telur-telur tersebut akan menetas dan penyu muda akan dilepaskan kembali ke laut.
Inisiatif Henry ini telah berlangsung sejak 2008, dengan lebih dari 9.200 ekor penyu yang berhasil dilepaskan ke alam. “Khusus di Bintan, penyu sisik adalah yang paling banyak kami temukan,” kata Henry.
Pendidikan dan Kesadaran Para Nelayan Mengenai Penyu
Kegiatan konservasi ini tidak hanya dijalankan oleh Henry sendiri, tetapi melibatkan banyak nelayan setempat. Sabri, seorang nelayan, mengaku bahwa banyak rekan sekerjanya tidak tahu bahwa penyu adalah hewan yang dilindungi.
Setelah mendapatkan penjelasan dari Henry, mereka mulai memahami pentingnya pelestarian penyu. “Setiap musim bertelur dari Mei hingga September, kami membawa telur ke tempat penetasan,” ujarnya.
Berkat usaha ini, nelayan mendapatkan insentif keuangan antara Rp300 ribu hingga Rp400 ribu untuk setiap pengantaran telur. “Jumlah telur penyu yang bertelur pun meningkat setiap tahun,” tambah Sabri.
Perkembangan Wisata Konservasi Pada Musim Bertelur
Setelah ada peningkatan kesadaran, nelayan melaporkan bahwa mereka menemukan semakin banyak sarang penyu. Awalnya, mereka hanya menemukan sekitar empat sarang setiap musim bertelur, kini meningkat menjadi 25 sarang.
Setiap sarang dapat berisi 100-200 butir telur, menunjukkan adanya tren positif untuk spesies yang terancam punah. “Kami berharap ke depannya, jumlah sarang akan semakin meningkat,” ucap Sabri optimis.
Dengan kerjasama ini, Henry dan nelayan telah menciptakan kesempatan untuk edukasi dan pelestarian yang saling menguntungkan. Hal ini adalah langkah kecil bagi mereka, tetapi dampaknya dapat sangat besar bagi populasi penyu ke depan.
Tantangan Penyulundupan Telur Penyu di Kawasan Tersebut
Namun, pelestarian penyu bukan tanpa tantangan. Selain konservasi secara langsung, penanganan masalah penyelundupan telur penyu juga perlu dilakukan. Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) sudah menggagalkan beberapa upaya penyelundupan tahun ini.
Dalam dua operasi, tim berhasil menyita sekitar 7.350 butir telur penyu. Telur-telur ini diduga akan dijual ke pasar gelap di luar negeri, sehingga upaya penyelamatan perlu bekerja sama dengan berbagai pihak untuk menghentikan jaringan penyelundupan tersebut.
Kepala Stasiun PSDKP Kalimantan Barat mengungkapkan bahwa penyelundupan ini melibatkan jaringan internasional. Telur-telur hasil curian ini sering dikirim dari Kepulauan Riau ke Kalimantan Barat sebelum akhirnya dibawa ke negara lain.













