Mahkamah Konstitusi (MK) baru-baru ini mengeluarkan keputusan yang mengharuskan pemerintah dan DPR untuk membentuk lembaga independen. Lembaga ini bertujuan untuk mengawasi penerapan sistem merit serta perilaku aparatur sipil negara (ASN) dalam waktu dua tahun ke depan.
Keputusan ini diambil berdasarkan Putusan MK Nomor 121/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh beberapa lembaga, termasuk Perludem dan Indonesia Corruption Watch. Hal ini menjadi sebuah langkah yang signifikan dalam reformasi birokrasi di Indonesia.
Ketua MK, Suhartoyo, menyatakan bahwa permohonan yang diajukan oleh pemohon telah dikabulkan sebagian. Putusan ini menggarisbawahi pentingnya kejelasan peran dalam pengawasan kebijakan dan pemisahan antara pembuat, pelaksana, dan pengawas kebijakan.
Pentingnya Lembaga Pengawas untuk ASN di Indonesia
Lembaga independen yang dimaksudkan merupakan bagian krusial untuk menjaga sistem merit dalam birokrasi. MK menjelaskan bahwa lembaga ini akan berperan sebagai pengawas eksternal yang memastikan tidak ada intervensi politik dalam pengelolaan ASN.
Dalam pertimbangan hukum tersebut, dijelaskan bahwa sejarah perkembangan ASN di Indonesia menunjukkan adanya intervensi politik. Untuk menanggulangi hal ini, perlu ada pemisahan fungsi yang jelas antara kebijakan, pelaksanaan, dan pengawasan.
Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah menekankan bahwa pengawasan bukan hanya peran mengawasi, tetapi juga berfungsi sebagai penyeimbang untuk memastikan keadilan. Dengan demikian, birokrasi harus terbebas dari pengaruh politik.
Dasar Hukum Pembentukan Lembaga Independen
Keberadaan lembaga independen ini beranjak dari dua sisi, yakni kebutuhan untuk melindungi karier ASN dan untuk memastikan penerapan sistem merit yang akuntabel. Mahkamah menilai bahwa undang-undang yang ada saat ini tidak cukup mengatur prinsip-prinsip tersebut.
Pasal 26 ayat (2) huruf d UU ASN menyatakan bahwa presiden mendelegasikan kewenangannya kepada kementerian dan lembaga. Namun, kekurangan komponen mengenai asas, nilai dasar, kode etik, dan perilaku ASN menjadi sorotan utama dalam putusan ini.
MK menegaskan bahwa norma yang ada harus diperdalam agar tidak mengaburkan maksud dan tujuan dari pengawasan ASN. Tanpa kejelasan ini, keberadaan norma akan menjadi tidak lengkap.
Dampak Putusan MK terhadap Sistem Merit dan ASN
Putusan MK menetapkan bahwa Pasal 26 ayat (2) huruf d UU ASN bertentangan dengan prinsip negara hukum. Dalam konteks ini, penting bagi semua pihak untuk memahami bahwa keadilan dan transparansi merupakan inti dari manajemen ASN yang baik.
MK juga menekankan bahwa lembaga yang dibentuk harus memiliki otoritas penuh untuk melaksanakan pengawasan. Tindakan ini diharapkan bisa mencegah potensi terjadinya konflik kepentingan dalam manajemen ASN.
Waktu dua tahun yang diberikan untuk membentuk lembaga independen menjadi target yang jelas bagi pemerintah dan DPR. Ini merupakan kesempatan untuk memanfaatkan feedback dari masyarakat demi tercapainya reformasi birokrasi yang lebih baik.













