Di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, pihak kepolisian baru saja membebaskan empat orang yang sempat ditangkap karena diduga terlibat dalam peredaran narkotika. Penangkapan ini memicu perhatian masyarakat mengenai penyalahgunaan narkoba, namun ternyata hasil pemeriksaan menyatakan bahwa barang bukti yang ditemukan hanyalah garam biasa.
Kasat Narkoba Polres Bone, Iptu Adityatama Firmansyah, mengungkapkan bahwa barang bukti yang dianggap sebagai narkotika jenis sabu tersebut dikirim untuk diuji di Laboratorium Forensik Polda Sulawesi Selatan. Setelah dilakukan ujian, hasilnya menunjukkan bahwa zat tersebut negatif narkotika dan hanya berupa garam.
“Hasil uji laboratorium menyatakan negatif. Diduga sabu tersebut ternyata adalah garam biasa,” ungkap Adityatama pada hari Sabtu. Kasus ini dimulai ketika petugas menangkap seorang perempuan berinisial AT alias TT, yang saat itu dilaporkan memiliki satu sachet yang diduga sabu.
Rincian Penangkapan dan Proses Hukum yang Berjalan
Aksi penangkapan ini berlangsung pada tanggal 11 Oktober, ketika petugas menerima informasi mengenai aktivitas mencurigakan. Dalam penangkapan tersebut, petugas menemukan satu sachet dengan isi yang diduga narkotika.
Setelah ditangkap, AT mengaku membeli barang tersebut seharga Rp1,4 juta dari seorang pria berinisial AS alias AR. Melalui pengakuan ini, petugas kemudian melakukan penangkapan terhadap AS, yang juga mengaku sebagai penghubung untuk barang haram tersebut lewat perantara bernama FD alias DT.
Adityatama menegaskan bahwa penangkapan ini diiringi dengan pengembangan kasus lebih lanjut. Dalam prosesnya, petugas juga berhasil menangkap FD serta seorang remaja berinisial AE alias AC, yang turut terlibat dalam transaksi yang diklaim ilegal ini.
Strategi dan Metode dalam Kasus Narkotika
Pihak kepolisian menemukan bahwa AS menggunakan akun WhatsApp dengan nama ‘GOODSTUFF’ untuk memfasilitasi pemesanan sabu. Transaksi ini dilakukan dengan sistem yang dikenal sebagai ‘tempel’, di mana barang tidak langsung diserahkan kepada pemesan.
Melalui keterangannya, FD diketahui mengambil barang tersebut sambil ditemani oleh AC yang baru berusia 17 tahun. Penggunaan teknologi oleh para pelaku menunjukkan betapa canggihnya modus operandi yang mereka terapkan dalam menghindari pemeriksaan oleh petugas.
Pemeriksaan yang lebih dalam menunjukkan bahwa ada jaringan yang terorganisir dalam peredaran narkotika di daerah itu, dan pihak kepolisian bertekad untuk menyelidiki lebih lanjut tentang jaringan ini dan mencari tahu siapa saja yang terlibat.
Impas dan Penyelesaian Kasus
Setelah menghimpun semua informasi dan melakukan pengujian laboratorium yang mendalam, hasilnya menunjukkan bahwa tidak cukup bukti yang mengarah kepada keterlibatan para tersangka dalam tindak pidana narkotika. Dengan hasil tersebut, keempat orang ini akhirnya dibebaskan dan dikembalikan kepada keluarga masing-masing.
“Setelah dilakukan gelar perkara, kami simpulkan tidak cukup bukti untuk melanjutkan proses hukum,” kata Adityatama, menegaskan bahwa penegakan hukum tetap harus berlandaskan pada fakta yang jelas.
Kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak, terutama dalam menghadapi masalah narkotika. Hal ini menunjukkan pentingnya proses hukum yang transparan, serta perlunya masyarakat untuk tetap waspada terhadap penyalahgunaan narkoba di lingkungan mereka.













