Badan Pengatur Badan Usaha Milik Negara (BP BUMN) menyatakan bahwa masa depan Kementerian BUMN masih dalam ketidakpastian. Hingga saat ini, keputusan akhir mengenai pembubaran lembaga tersebut sepenuhnya bergantung pada arahan dari Presiden Prabowo Subianto.
Sekretaris BP BUMN, Rabin Indrajad Hattari, menegaskan bahwa pembubaran Kementerian BUMN serta perubahan statusnya menjadi BP BUMN memerlukan dasar hukum baru yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja (SOTK). Tanpa adanya Perpres tersebut, langkah nyata belum dapat diambil.
“Kita harus menunggu Perpres SOTK,” ujar Rabin ketika ditemui di Kementerian Keuangan. Hal ini menunjukkan bahwa semua aktivitas terkait BUMN masih berjalan seperti biasa sampai ada keputusan resmi dari Presiden.
Perkembangan Terkini mengenai Kementerian BUMN
Dalam situasi yang masih menggantung ini, aktivitas Kepala BP BUMN, Dony Oskaria, tetap berlangsung di lingkungan Kementerian BUMN. Rabin mengungkapkan bahwa secara kelembagaan, kementerian tersebut masih berfungsi normal dan menjalankan tugasnya dengan baik.
“Di situ (Kementerian BUMN) tetap (ngantornya),” tambahnya, menunjukkan bahwa tidak ada perubahan mendasar dalam operasional kementerian saat ini. Penting bagi masyarakat untuk mengetahui bahwa meskipun ada rencana pembubaran, semua kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan BUMN masih tetap berjalan.
Pemerintah sebelumnya telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2025 yang berisi perubahan keempat atas Undang-Undang nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN. Regulasi ini menjadi basis hukum yang memungkinkan terjadinya restrukturisasi kelembagaan BUMN di Indonesia.
Revisi Undang-Undang dan Implikasinya
Revisi undang-undang ini adalah yang kedua kalinya dilakukan dalam tahun yang sama. Ketua Panitia Kerja RUU BUMN yang juga merupakan Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Andre Rosiade, menyatakan bahwa sebanyak 84 pasal telah mengalami perubahan setelah diadakan serangkaian Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan para ahli serta akademisi.
Perubahan ini mencakup 11 poin penting, seperti pengubahan status Kementerian BUMN menjadi badan pengatur dan penguatan kewenangan BP BUMN. Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan kualitas pengelolaan BUMN di tanah air.
Salah satu poin penting dalam revisi tersebut adalah larangan rangkap jabatan bagi menteri dan wakil menteri, yang dianggap dapat mengurangi potensi konflik kepentingan di dalam pengelolaan BUMN. Selain itu, pengaturan dividen saham seri A Dwi Warna juga akan dilaksanakan oleh BP BUMN dengan persetujuan presiden.
Implikasi Kebijakan bagi Pengelolaan BUMN
Pergeseran status Kementerian BUMN menjadi badan pengatur merupakan langkah strategis yang bertujuan untuk menciptakan pengelolaan yang lebih profesional dan transparan. Dengan adanya lembaga yang khusus mengatur, diharapkan pengawasan dan pengelolaan BUMN menjadi lebih terfokus dan terarah.
Penguatan kewenangan BP BUMN diharapkan dapat memberikan kejelasan fungsi dan tanggung jawab dalam pengelolaan BUMN. Hal ini juga menjadi langkah penting menuju modernisasi yang dibutuhkan di era ekonomi yang kompetitif ini.
Dengan adanya perubahan ini, masyarakat juga diharapkan dapat turut serta dalam proses pengawasan dan evaluasi terhadap kinerja BUMN. Melibatkan masyarakat dalam memantau kinerja BUMN akan meningkatkan tingkat kepercayaan publik terhadap lembaga ini.











