Keputusan pemerintah untuk melegalkan umrah mandiri menjadi sorotan, terutama dalam konteks pelaksanaan ibadah haji dan umrah di Indonesia. Di tengah pandemi dan perubahan dunia, kebijakan ini dianggap sebagai langkah inovatif bagi industri perjalanan ibadah.
Sekretaris Jenderal Asphirasi, Retno Anugerah Andriyani, menekankan pentingnya kebijakan tersebut untuk mendorong penyelenggara perjalanan ibadah umrah agar lebih kreatif. Dengan adanya umrah mandiri, pelaku usaha dituntut untuk lebih bersaing dan beradaptasi dengan kebutuhan jemaah.
“Industri travel umrah harus bertransformasi dari sekadar menjual paket menjadi penyedia konsultasi ibadah dan perlindungan bagi jemaah,” kata Retno dalam pernyataannya. Hal ini menunjukkan perubahan paradigma yang perlu dihadapi oleh pelaku usaha di sektor ini.
Memahami Tantangan dan Risiko dalam Umrah Mandiri
Meski umrah mandiri menawarkan kebebasan, Retno mengingatkan jemaah tentang berbagai risiko yang dapat muncul. Pertama, ada potensi penipuan yang mengintai, terutama bagi mereka yang melakukan transaksi tanpa pihak ketiga yang terpercaya.
Selain itu, kekurangan dalam pendampingan menjadi masalah signifikan. Jemaah bisa mengalami kesulitan, terutama dalam situasi darurat yang memerlukan bantuan mendesak di luar negeri.
Jemaah juga perlu menyadari bahwa umrah mandiri menuntut biaya dan usaha lebih. Mereka harus mampu mengatur semua aspek perjalanan sendiri, termasuk mengantisipasi pengeluaran tak terduga yang mungkin muncul.
Peraturan dan Implementasi Umrah Mandiri di Indonesia
Legalitas umrah mandiri diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025, yang merupakan revisi dari undang-undang sebelumnya. Aturan ini menyatakan bahwa perjalanan ibadah umrah dapat dilakukan melalui beberapa cara, termasuk secara mandiri.
Dengan adanya perubahan ini, jemaah diberi peluang untuk merencanakan perjalanan mereka tanpa harus tergantung pada penyelenggara perjalanan. Namun, adanya kebebasan ini juga membawa konsekuensi yang perlu diperhatikan.
Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) mengungkapkan keprihatinan terhadap potensi dampak negatif dari kebijakan ini. Mereka khawatir bahwa legalisasi umrah mandiri dapat menimbulkan risiko bagi jemaah serta ekosistem keumatan di Tanah Air.
Respon Pemerintah terhadap Kebijakan Umrah Mandiri
Kementerian Haji dan Umrah menjelaskan bahwa keputusan melegalkan umrah mandiri diambil untuk mengikuti perubahan besar dalam ekosistem ekonomi haji. Menurut Wakil Menteri Haji dan Umrah, banyak jemaah yang telah melakukan umrah mandiri bahkan sebelum kebijakan tersebut dikeluarkan.
Di masa depan, kementerian berharap agar jemaah umrah mandiri menjalani proses terdaftar dan melaporkan pemesanan mereka melalui sistem yang terintegrasi. Ini bertujuan untuk mendapatkan data yang akurat mengenai jemaah yang berangkat ke Arab Saudi.
Data tersebut sangat penting untuk melindungi jemaah selama berada di luar negeri. Dengan adanya sistem pelaporan yang baik, kementerian dapat memberikan perlindungan lebih bagi para jemaah yang memutuskan melaksanakan umrah secara mandiri.













