Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) baru-baru ini mengajukan surat kepada Kejaksaan Agung untuk meminta penyelidikan terhadap dugaan korupsi izin pertambangan nikel yang melibatkan mantan Bupati Konawe Utara, Aswad Sulaiman. Kasus ini diduga melibatkan praktik suap yang merugikan negara sebesar Rp2,7 triliun, dan menjadi sorotan publik karena sudah dihentikan prosesnya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Surat tersebut dibuat setelah KPK mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) pada akhir 2024, yang mengecewakan banyak pihak. Koordinator MAKI Boyamin Saiman menyatakan bahwa sangat disayangkan langkah penghentian tersebut, mengingat ada tersangka yang telah ditetapkan sebelumnya.
Boyamin berharap agar Kejaksaan Agung dapat mengambil langkah tegas untuk menangani kasus ini hingga tuntas. Dalam laporannya, MAKI mengungkapkan nomor perihal yang tercantum adalah 1220/MAKI-JAMPIDSUS/XII/2025, yang merinci dugaan korupsi di bidang pertambangan.
Dugaan Korupsi di Izin Pertambangan Nikel
Berdasarkan temuan MAKI, dugaan korupsi ini berkaitan dengan penerbitan izin pertambangan mulai dari tahap eksplorasi hingga izin usaha pertambangan (IUP) yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten Konawe Utara. Sejak tahun 2017, Bupati Konawe Utara saat itu, Aswad Sulaiman, diduga menerbitkan izin pertambangan untuk 17 perusahaan yang beroperasi di daerah tersebut.
Proses penerbitan izin tersebut berlangsung dengan cepat, yang mencurigakan banyak pihak. Hanya dalam waktu satu hari, Aswad dikabarkan berhasil mengeluarkan izin untuk seluruh perusahaan yang terdaftar, sehingga menimbulkan dugaan adanya praktik suap atau gratifikasi.
Adaptasi yang sangat cepat dalam pemberian izin ini diduga memunculkan kerugian finansial bagi negara hingga mencapai Rp2,7 triliun. Boyamin menegaskan bahwa Aswad Sulaiman diduga menerima jumlah suap sekitar Rp13 miliar atas aksinya tersebut.
Pernyataan KPK Mengenai SP3
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, memberikan penjelasan mengenai penerbitan SP3 dalam kasus ini. Ia menyatakan bahwa keputusan tersebut dibuat karena tidak ditemukan bukti yang cukup untuk melanjutkan penyidikan. Selain itu, daluwarsa kasus suap juga menjadi pertimbangan penting dalam pengambilan keputusan tersebut.
Budi menekankan bahwa SP3 dikeluarkan sebagai bentuk kepastian hukum dan untuk memastikan bahwa setiap proses hukum berjalan sesuai dengan koridor yang berlaku. Ia menambahkan bahwa hal ini sangat penting agar semua pihak yang terlibat memiliki klarifikasi mengenai status hukum mereka.
Budi tidak menjelaskan secara rinci mengapa kasus ini tidak dibawa ke pengadilan dalam waktu sebelumnya, padahal sudah ada waktu yang cukup untuk menangani kasus ini. Namun, ia menegaskan bahwa semua keputusan KPK berlandaskan pada asas hukum yang berlaku.
Sejarah Singkat Kasus Aswad Sulaiman
Aswad Sulaiman menjabat sebagai Bupati Konawe Utara selama dua periode, dari 2007 hingga 2009 dan kemudian 2011 hingga 2016. Di bawah kepemimpinannya, izin pertambangan yang diterbitkan mencakup banyak perusahaan yang beroperasi di wilayah tersebut. Selain dugaan korupsi yang merugikan negara, Aswad juga dituduh menerima suap dari berbagai perusahaan pertambangan selama periodenya menjabat.
Tindakannya ini mengindikasikan adanya penyalahgunaan kekuasaan, di mana kepentingan pribadi tampaknya lebih diutamakan dibandingkan dengan kepentingan publik. Kerugian negara yang diakibatkan oleh praktik-praktik ini menjadi sangat signifikan dan mengkhawatirkan.
Sekarang, seiring dengan berkembangnya kasus ini di tingkat penyidikan, harapan masyarakat terletak pada Kejaksaan Agung untuk mengambil tindakan tegas dan membawa isu ini ke jalur hukum yang sesuai.











