Seiring dengan perkembangan zaman, perhatian terhadap kesejahteraan guru di Indonesia semakin meningkat, terutama bagi guru madrasah swasta. Dalam sebuah demonstrasi yang berlangsung di kawasan Monas, Jakarta, mereka menuntut hak yang setara dengan rekan-rekan mereka di sekolah umum, seperti pengangkatan sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) atau Aparatur Sipil Negara (ASN).
Guru-guru ini menginginkan pengakuan atas dedikasi dan pengabdian yang telah mereka lakukan selama bertahun-tahun. Salah satu peserta aksi, Munzirah, menekankan bahwa ada perbedaan signifikan dalam perlakuan dan kesejahteraan antara guru madrasah swasta dan negeri.
Hasil riset menunjukkan bahwa banyak guru madrasah swasta yang masih berjuang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Praktik penghasilan tambahan menjadi pilihan yang tidak terhindarkan bagi mereka, menggambarkan betapa sulitnya kehidupan yang mereka jalani.
Pentingnya Kesejahteraan Guru dalam Pendidikan
Kesejahteraan guru adalah aspek krusial dalam dunia pendidikan. Tanpa guru yang sejahtera, kualitas pendidikan dapat terpengaruh. Munzirah menggambarkan bagaimana beberapa guru terpaksa mencari penghasilan tambahan, seperti berjualan atau bekerja serabutan, demi mendukung keluarga mereka.
Dalam pandangannya, kondisi ini menempatkan mereka dalam posisi yang sulit. Kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasar dapat mengurangi fokus pendidikan yang seharusnya diberikan kepada murid-murid. Hal ini menciptakan siklus ketidakadilan dalam pendidikan.
Menarik untuk dicermati bahwa guru negeri mendapatkan banyak keuntungan, mulai dari gaji yang stabil sampai tunjangan yang menjanjikan. Mereka sering kali tidak perlu khawatir mengenai penghasilan bulanan, berbeda dengan guru madrasah swasta yang harus berjuang lebih keras.
Aspirasi Guru Muda dan Masa Depan Pendidikan
Dalam demonstrasi tersebut, permohonan untuk memperhatikan nasib guru madrasah swasta menjadi sorotan utama. Aspirasi mereka mengejawantah dalam tuntutan untuk revisi Undang-Undang tentang Guru dan Dosen yang sudah ada. Munzirah menekankan pentingnya langkah tersebut agar mereka bisa mendapatkan hak yang layak.
Ia berharap pemerintah mampu mendengarkan aspirasi ini, dengan harapan bisa menyusun regulasi yang lebih mendukung guru-guru madrasah swasta. Tanpa adanya perubahan, kondisi mereka akan tetap terpinggirkan, jauh dari standar yang ada.
Ketua Perkumpulan Guru Madrasah Mandiri (PGMM) juga mengilhami harapan yang sama. Ia mengungkapkan pentingnya adanya audiensi dengan pemerintah untuk menyampaikan kebutuhan mereka secara langsung. Pada akhirnya, mereka menginginkan agar aspirasi ini bisa sampai ke tangan yang berwenang.
Reaksi Pemerintah dan Harapan di Masa Depan
Pemerintah, melalui perwakilannya, menunjukkan perhatian terhadap tuntutan para guru. Audiensi yang berlangsung di Sekretariat Negara dihadiri oleh beberapa pejabat tinggi, termasuk Wakil Menteri Sekretariat Negara. Mereka menyampaikan kesediaan untuk meneruskan aspirasi ini ke pihak yang lebih tinggi.
Tedi Malik, ketua PGMM, mencatat bahwa pertemuan tersebut menjadi titik awal untuk menciptakan perubahan kebijakan yang lebih inklusif. Ia berharap pertemuan ini akan menghasilkan solusi konkret yang dapat mengakomodasi kebutuhan guru-guru madrasah swasta.
Jumlah peserta aksi yang mencapai 20 ribu orang menandakan betapa pentingnya isu ini bagi banyak guru. Tedi menunjukkan bahwa antusiasme yang tinggi ini adalah representasi dari rasa ketidakpuasan yang mendalam terhadap perlakuan yang tidak adil.
Berdasarkan hasil audiensi, pemerintah berkomitmen untuk meneruskan aspirasi ini kepada Presiden untuk tindak lanjut. Tedi optimis bahwa pernyataan komitmen dari pemerintah harus diikuti dengan tindakan konkret, dan dia yakin bahwa hal ini tidak akan terabaikan.
Penekanan terhadap pentingnya solidaritas di antara guru-guru madrasah juga menjadi sorotan. Mereka kini semakin bersatu dalam satu suara untuk menekankan betapa pentingnya pengakuan dan keadilan dalam lapangan pendidikan.













