Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengungkapkan sejumlah upaya evaluasi untuk menanggulangi maraknya kasus keracunan makanan yang berpotensi muncul dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Indonesia. Langkah-langkah tersebut meliputi penurunan kapasitas produksi di setiap Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) untuk mencegah keracunan yang lebih meluas di kalangan masyarakat.
Dalam upaya tersebut, pemerintah terpaksa menyesuaikan jumlah penerima manfaat di tiap dapur SPPG. Target yang sebelumnya berkisar antara 3.000 hingga 4.000 porsi dikurangi menjadi sekitar 2.000 hingga 2.500 porsi agar lebih mudah dikelola.
Pada kesempatan yang sama, Dadan juga menyatakan perlunya melakukan rapid test pada bahan baku makanan serta hasil akhir makanan. Tindakan ini bertujuan meningkatkan keamanan pangan dan menjaga kesehatan para penerima manfaat program ini.
Reaksi Terhadap Kasus Keracunan Makanan yang Meningkat
Dadan menjelaskan bahwa mayoritas kasus keracunan makanan disebabkan oleh sejumlah faktor, di mana sekitar 46 persen di antaranya berasal dari program MBG. Sementara itu, 54 persen lainnya disebabkan oleh hal-hal yang belum banyak terungkap atau diberitakan secara luas.
Kasus keracunan yang terjadi baru-baru ini, seperti kejadian di Cipatat, Bandung Barat, menunjukkan bahwa tidak semua keracunan dapat langsung dikaitkan dengan program MBG. Dadan menegaskan bahwa penting untuk melihat konteks yang lebih luas sebelum menyimpulkan sumber keracunan tertentu.
Berdasarkan pengamatan Dadan, meskipun insiden keracunan tetap ada, kontribusi yang berasal dari program MBG bukanlah yang terbesar. Memang, upaya untuk menciptakan kondisi nol kasus keracunan sangatlah sulit, namun pemerintah tetap berkomitmen untuk memperbaiki sistem agar kejadian serupa dapat diminimalisasi.
Evaluasi Sistem Pangan untuk Meningkatkan Keamanan
Salah satu kritik yang muncul datang dari Gubernur DI Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X. Ia menyatakan bahwa beban produksi di SPPG harus dievaluasi dengan seksama. Tugas memproduksi ribuan porsi setiap harinya dinilai terlalu berat dan berpotensi mengubah kualitas makanan yang disajikan.
Sultan HB X mengusulkan agar ke depan, sistem SPPG dipecah menjadi unit-unit kecil. Setiap unit diharapkan dapat memasak ruangan untuk 50 porsi saja, sehingga mengurangi risiko keracunan dan meningkatkan kualitas yang bisa disediakan.
Usulan tersebut juga mendapatkan perhatian dari berbagai pihak, termasuk dari para ahli gizi yang khawatir dengan kualitas makanan yang disajikan dalam jumlah besar. Menurut mereka, memperkecil skala produksi dapat memberikan dampak yang signifikan dalam upaya menjaga kesehatan masyarakat.
Upaya Peningkatan Kualitas dan Penyuluhan Makanan Sehat
Dalam upaya mengatasi isu keracunan makanan, pemerintah juga menginstruksikan penggunaan air bersertifikat untuk memasak. Dadan menekankan pentinya kualitas air yang digunakan, karena hal ini dapat mempengaruhi kualitas makanan yang disajikan.
Pemerintah juga menyediakan alat sterilisasi untuk memastikan kebersihan peralatan masak dan tray makanan yang digunakan di SPPG. Keberadaan alat ini diharapkan dapat meminimalkan risiko kontaminasi yang bisa berujung pada keracunan.
Tak kalah penting, sosialisasi dan edukasi kesehatan kepada masyarakat juga tengah digalakkan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya makanan bergizi dan aman. Melalui edukasi yang baik, diharapkan masyarakat lebih memahami aspek-aspek penting dalam memilih dan menyajikan makanan.













