Musala yang terletak di Pondok Pesantren Al Khoziny di Buduran, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, mengalami ambruk yang sangat menyedihkan. Kegagalan konstruksi total di gedung tiga lantai tersebut telah menimbulkan berbagai masalah, terutama bagi para santri yang ada di dalamnya pada saat kejadian. Upaya penanganan situasi ini menjadi sangat krusial untuk menghindari risiko lebih lanjut.
Basarnas dan para ahli struktur telah mengkonfirmasi bahwa struktur bangunan tersebut mengalami keruntuhan total. Para petugas berupaya dengan hati-hati untuk mengevakuasi korban yang terjebak di dalam reruntuhan, mengingat risiko yang ada dari bangunan yang tidak stabil di sekelilingnya.
Evakuasi ini dilakukan dengan prosedur yang sangat hati-hati. Tim penyelamat harus mempertimbangkan posisi bangunan yang mengalami kerusakan berat agar tidak terjadi runtuhan susulan yang dapat membahayakan jiwa mereka yang terjebak maupun petugas yang menolong.
Analisis Kegagalan Konstruksi oleh Para Ahli
Para ahli struktur dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) menunjukkan bahwa kegagalan struktur ini adalah hal yang tidak terhindarkan. Semua elemen bangunan yang seharusnya mendukung harus menghadap pada kegagalan total, yang menyebabkan ambruknya seluruh bagian.
Sebuah analisis menyatakan bahwa semua komponen, mulai dari kolom hingga balok bangunan, mengalami kerusakan parah. Tumpukan limestone yang ambruk di dalam gedung sangat mengganggu proses evakuasi karena menutupi struktur di bawahnya.
Di sisi lain, konstruksi yang runtuh juga menciptakan masalah baru karena banyak elemen yang berhubungan dengan bangunan di sekitar. Hal ini semakin memperkomplikasikan upaya evakuasi karena ada kemungkinan dampak lanjutan yang dapat muncul.
Runtuhan sebagai Pancake Model
Runtuhan gedung tersebut dikenal dengan istilah ‘pancake model’ yang merujuk pada tumpukan bangunan yang ambruk. Dalam struktur ini, material runtuhan jatuh secara vertikal ke bawah dan membentuk lapisan-lapisan tumpukan.
Pada analisis yang dilakukan, dipastikan bahwa kegagalan struktur telah menyebabkan sebagian besar bangunan ambruk ke arah kiri. Ini menunjukkan bahwa pusat gravitasi bangunan tak terdistribusi dengan baik sehingga memicu kondisi berbahaya.
Keberadaan celah-celah sempit akibat tumpukan reruntuhan menciptakan kesulitan bagi tim penyelamat untuk menjangkau korban. Hal ini membuat proses evakuasi menjadi lebih menantang dan memerlukan teknik khusus untuk menjangkau mereka yang terjebak.
Proses Evakuasi dan Risiko yang Dihadapi
Tim Basarnas menghadapi tantangan besar dalam mengevakuasi para korban. Mereka perlu melakukan analisis mendalam untuk memastikan keselamatan baik para korban yang terjebak maupun petugas yang melakukan evakuasi. Setiap langkah harus dipertimbangkan secara matang untuk menghindari risiko lebih lanjut.
Dalam proses ini, penting bagi mereka untuk menggunakan metode komunikasi dan peralatan canggih agar mampu menjangkau korban di lokasi yang sulit diakses. Dengan demikian, upaya penyelamatan dapat berlangsung lebih efektif dan aman.
Selain itu, hal ini juga membutuhkan koordinasi yang baik antara berbagai tim dan lembaga yang terlibat dalam evakuasi. Kerja sama yang terjalin sangat penting untuk penyelesaian misi yang aman dan cermat.













