Pembebasan bersyarat Setya Novanto, mantan Ketua DPR RI, dari kasus korupsi e-KTP kini tengah menghadapi tantangan hukum. Langkah ini mengundang perhatian publik yang merasa terkejut dengan keputusan tersebut, berpotensi menciptakan kontroversi di masyarakat.
Novanto, yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua Umum Partai Golkar, mengalami perjalanan panjang dalam proses hukum yang berujung pada hukuman 15 tahun penjara. Setelah menjalani beberapa tahun penjara, ia kini berangkat bebas dengan status pembebasan bersyarat.
Pembebasan bersyarat ini, yang secara resmi dilakukan pada tanggal 16 Agustus, langsung dihadapkan pada gugatan dari masyarakat melalui organisasi ARRUKI dan LP3HI. Mereka menyatakan ketidakpuasan atas keputusan tersebut, yang dinilai tidak sejalan dengan prinsip keadilan.
Alasan dan Dampak Gugatan Terhadap Pembebasan Bersyarat Setya Novanto
Gugatan yang diajukan di Pengadilan Negeri Tata Usaha (PTUN) nomor perkara 357/G/2025 berfokus pada motif ketidakpuasan masyarakat. Kuasa hukum dari ARRUKI dan LP3HI, Boyamin Saiman, menekankan bahwa pembebasan bersyarat tidak layak diberikan kepada narapidana yang masih terjerat kasus lain.
Menurut Boyamin, Setya Novanto saat ini sedang menghadapi tuntutan hukum terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang masih ditangani oleh pihak berwenang. Hal ini mengacu pada prinsip bahwa seorang narapidana yang sedang dalam masalah hukum lain seharusnya tidak memperoleh hak pembebasan bersyarat.
Boyamin mengharapkan keputusan pengadilan untuk membatalkan pembebasan bersyarat Setnov demi menciptakan keadilan. Ia percaya bahwa jika gugatan diterima, Novanto harus kembali menjalani sisa hukumannya di penjara.
Respon Kementerian terkait Pembebasan Bersyarat Setya Novanto
Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan menyatakan akan menanggapi gugatan ini dengan mengikuti prosedur yang berlaku. Rika Aprianti, Kasubdit Kerja Sama Ditjenpas, menegaskan bahwa semua langkah yang diambil sudah sesuai dengan ketentuan hukum yang ada.
Ia menjelaskan bahwa surat keputusan mengenai pembebasan bersyarat Setnov telah memenuhi semua persyaratan administratif yang berlaku. Dalam konteks ini, keputusan tersebut dianggap sah dan mengikuti semua regulasi yang ada di Kementerian.
Pembebasan bersyarat Setnov sendiri merupakan hasil dari permohonan peninjauan kembali yang diajukan kepada Mahkamah Agung. Permohonan yang diajukan Novanto sempat tersendat selama lima tahun sebelum akhirnya dikabulkan pada bulan Juni 2025.
Kedudukan Setya Novanto dalam Partai Golkar Pasca Pembebasan Bersyarat
Di tengah kontroversi ini, posisi Setya Novanto dalam Partai Golkar juga menjadi salah satu sorotan. Wakil Ketua Umum Golkar, Ahmad Doli Kurnia, menjelaskan bahwa tidak ada larangan bagi Novanto untuk kembali terlibat dalam kepengurusan partai.
Doli menyatakan bahwa hingga saat ini Setya Novanto tetap tercatat sebagai kader partai yang berlambang beringin tersebut. Ia menegaskan bahwa tidak ada sanksi yang diberikan kepada Novanto dari partai, yang menandakan bahwa ia masih memiliki dukungan dari Golkar.
Ia juga menyebut bahwa keputusan untuk memasukkan Novanto kembali ke dalam struktur partai bergantung pada kesediaannya serta kebutuhan kepemimpinan partai. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun terjerat masalah hukum, karir politik Novanto di Golkar mungkin masih memiliki jalan terbuka.













