Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya, Jawa Timur, mengalami penutupan akibat terdeteksinya kontaminasi radionuklida Cesium-137 pada muatan cengkeh yang kembali dari luar negeri. Penutupan ini diambil setelah adanya laporan mengenai kontainer yang diduga terpapar zat radioaktif tersebut, dan langkah pencegahan segera diambil untuk menjamin keselamatan.
Situasi ini menimbulkan kekhawatiran mengenai keamanan produk yang masuk ke Indonesia, khususnya produk pertanian seperti cengkeh yang merupakan salah satu komoditas penting di negara ini. Pemerintah melalui Satuan Tugas Penanganan Kontaminasi Radionuklida langsung melakukan koordinasi dengan otoritas terkait untuk menangani isu ini.
Kontainer yang berisi cengkeh tiba di Terminal Pati Kemas Tanjung Perak pada malam hari, dan tindakan segera diambil untuk menutup pelabuhan demi mencegah penyebaran kontaminasi. Proses investigasi selanjutnya melibatkan berbagai pihak untuk memastikan tidak adanya risiko bagi masyarakat.
Pentingnya Penanganan Kontaminasi Radionuklida di Pelabuhan
Penanganan kontaminasi radionuklida menjadi sangat penting, terutama dalam konteks pelabuhan yang merupakan pintu gerbang untuk barang-barang impor. Setiap penanganan harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat dan lingkungan.
Satuan Tugas yang dibentuk untuk menangani masalah ini bekerja sama dengan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) dalam melakukan pemeriksaan dan pengukuran terhadap kontainer dan produk cengkeh. Hasil dari pemeriksaan tersebut kemudian menentukan langkah selanjutnya yang perlu diambil.
Bara Hasibuan, Ketua Bidang Diplomasi dan Komunikasi Satgas, menjelaskan bahwa penutupan pelabuhan merupakan bagian dari tindakan preventif. Tindakan ini dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada risiko kecelakaan atau dampak kesehatan bagi masyarakat yang mungkin timbul akibat kontaminasi.
Kegiatan Pemeriksaan dan Pemisahan Barang Terkontaminasi
Pemeriksaan lebih lanjut kepada cengkeh produksi PT NJS menemukan adanya kontaminasi pada bagian dalam produk tersebut. Bapeten melakukan pemilahan antara cengkeh yang terkontaminasi dan yang bersih untuk memastikan produk yang akan beredar aman bagi konsumen.
Proses ini melibatkan pemisahan secara teliti serta pemeriksaan terus-menerus agar produk yang terkontaminasi tidak sampai ke tangan masyarakat. Hasil pengukuran menunjukkan adanya kontaminasi yang relatif kecil, tetapi langkah-langkah penanganan segera tetap diambil untuk mencegah kemungkinan risiko.
Cengkeh yang telah terbukti terkontaminasi disegel dan disiapkan untuk dekontaminasi, sementara produk yang bersih akan tetap diproses. Keterlibatan Bapeten dalam hal ini sangat penting untuk menjaga standar keselamatan.
Langkah Selanjutnya dan Proses Dekontaminasi
Setelah proses pemisahan selesai, produk cengkeh yang terkontaminasi akan menjalani proses dekontaminasi sebelum dimusnahkan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional. Proses ini dilakukan dengan tujuan utama untuk memastikan bahwa tidak ada produk yang berisiko beredar di pasaran.
Langkah-langkah yang diambil mencerminkan komitmen pemerintah untuk menjaga kesehatan masyarakat dan lingkungan. Setiap tahap dari pemisahan hingga dekontaminasi dilakukan dengan prinsip kehati-hatian yang tinggi.
“Produk yang diketahui terdeteksi Cs-137 akan dilokalisir untuk dilakukan langkah dekontaminasi dan dimusnahkan,” ujar Bara Hasibuan. Kebijakan ini diambil untuk memberikan kepastian dan keamanan baik bagi konsumen maupun industri.













