Reruntuhan bangunan yang hancur dan udara pengap menjadi bagian dari keseharian Tim SAR di lokasi insiden Pondok Pesantren Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo. Dalam sekejap, sebuah gedung yang sedang dibangun ambruk, dan para petugas berjuang untuk menyelamatkan santri yang terjebak.
Keberanian dan ketahanan mereka diuji dalam situasi yang mencekam. Setiap detik begitu berharga, dan upaya menyelamatkan nyawa menjadi prioritas utama yang harus dikejar tanpa mengenal rasa takut.
Dalam situasi genting seperti ini, harapan selalu ada di tengah kegelapan. Tim harus bergerak cepat, namun hati-hati, untuk menemukan santri yang mungkin masih hidup di bawah puing-puing.
Kondisi Berbahaya dan Tantangan yang Harus Dihadapi Tim SAR
Reruntuhan yang menjadi jalinan beton ini membentuk apa yang disebut ‘pancake model’, membuat akses ke korban sangat sulit. Anggota tim, Cupes, menjelaskan bagaimana mereka harus bekerja keras untuk menembus reruntuhan yang rapuh tersebut.
“Untuk masuk ke dalam, kita harus melakukan bongkar-bongkar dulu,” ungkapnya. Semua alat yang digunakan harus memilih metode yang paling aman agar tidak memicu runtuhan lebih lanjut yang bisa berakibat fatal.
Kondisi bangunan yang tak stabil turut menambah kesulitan. Setiap langkah harus dipikirkan matang-matang; kesalahan sekecil apa pun bisa berarti bencana.
Hanya ruang sempit yang menyisakan celah bagi mereka, sehingga terkadang mereka harus memposisikan diri dalam keadaan tengkurap untuk mencapai tempat-tempat yang lebih sulit dijangkau.
Selama proses pencarian, tim harus menghadapi kenyataan pahit melihat korban-korban lain yang terjebak dan tidak selamat. Situasi ini memberi dampak emosional yang mendalam bagi mereka yang terlibat.
Pengalaman Relawan yang Tak Kenal Lelah
Rian, seorang relawan muda dari Surabaya, turut serta dalam misi penyelamatan ini. Ia menyatakan bahwa meski banyak tantangan, tekad untuk menyelamatkan nyawa santri membuatnya bersemangat.
Dengan pengalaman di lapangan, Rian juga menjelaskan bahwa mencari tanda-tanda dari korban sering kali dilakukan dengan ketajaman pendengaran. Suara kecil seperti permohonan tolong menjadi petunjuk untuk menemukan posisi mereka.
Kepala dan tubuhnya harus berjuang melawan rasa lelah dan ketidaknyamanan. Kendati demikian, ia tidak pernah mundur dari tugasnya, karena setiap jiwa yang berhasil diselamatkan adalah kemenangan tersendiri.
Pemeriksaan dan pengukuran risiko selalu menjadi bagian dari setiap keputusan. Ketika mereka merasa struktur bangunan tidak aman, langkah mundur diambil demi keselamatan tim.
Situasi di lapangan mengharuskan tim menggunakan peralatan khusus seperti lifting bag untuk menopang bagian-bagian bangunan yang rapuh agar tidak runtuh saat mereka bekerja.
Proses Pencarian yang Tidak Kunjung Berhenti
Tim SAR bekerja mulai dari pagi hingga malam, dengan sedikit waktu untuk beristirahat. Istirahat dilakukan di posko yang sederhana, kadang hanya dengan alas matras di lantai.
Kondisi fisik mereka harus dijaga, dan setiap jam digantikan oleh tim lain agar tetap bisa bekerja secara efektif. Meski melelahkan, solidaritas antaranggota tim menjadi penyemangat tersendiri.
Pada hari pertama, dua korban berhasil dievakuasi, tetapi hati mereka terasa berat mendapati korban lain yang tidak selamat. Kehilangan yang mengharukan ini tak pernah mudah untuk disaksikan.
Penyelamatan ini tidak hanya mengandalkan alat berat yang mahal; sering kali, pekerjaan manual yang memperlukan ketekunan lebih diutamakan untuk menjaga keselamatan seluruh tim.
Pada akhirnya, hasil dari misi penyelamatan ini menjadi penanda bahwa kerja keras dan ketulusan hati dapat mengubah jajaran harapan di tengah kegelapan.













