Wakil Ketua Komisi XI DPR, Fauzi Amro, baru-baru ini mengungkapkan tentang pemangkasan dana Transfer Ke Daerah (TKD) yang direncanakan pemerintah untuk tahun 2026. Pendapatan negara yang stagnan menjadi alasan utama di balik keputusan ini, meskipun belanja negara terus mengalami peningkatan yang signifikan.
Fauzi menekankan bahwa variasi belanja negara yang semakin tinggi menciptakan ketidakseimbangan dalam anggaran. Dengan kebijakan ini, ia berharap dapat memberikan porsi lebih besar kepada program-program prioritas yang dinilai lebih mendesak untuk dilaksanakan.
Dalam penjelasannya, Fauzi menyatakan bahwa fokus pemerintah saat ini adalah mengimplementasikan program-program yang bermanfaat bagi masyarakat, seperti Makan Bergizi Gratis (MBG). Program ini sendiri membutuhkan dana yang sangat besar, hampir mencapai Rp335 triliun, yang merupakan alokasi anggaran yang cukup signifikan dalam APBN nantinya.
Pemangkasan Dana dan Alasan di Baliknya
Pemangkasan dana TKD ini kontroversial dan memicu reaksi dari berbagai kalangan, terutama para gubernur di seluruh Indonesia. Fauzi menjelaskan bahwa keputusan ini diambil berdasarkan analisis mendalam terhadap kondisi ekonomi negara, yang menunjukkan bahwa pendapatan negara tidak mengalami perubahan yang berarti.
Dalam konteks ini, belanja negara yang terus bertambah menjadi tantangan tersendiri. Menurutnya, program-program yang mengedepankan kebutuhan dasar masyarakat harus menjadi prioritas utama, meski harus ada pengorbanan dalam dana milik daerah.
Fauzi juga menambahkan bahwa upaya untuk mewujudkan program-program unggulan pemerintahan seperti hilirisasi pangan dan energi sangat memerlukan investasi yang besar. Sehingga, pengalihan dana dari TKD ke program-program prioritas ini dianggap perlu untuk mendukung pencapaian tujuan pemerintah.
Respon dari Para Gubernur Terhadap Kebijakan Pemangkasan
Menanggapi kebijakan ini, lebih dari delapan gubernur melakukan protes dengan mendatangi Kantor Kementerian Keuangan. Keberatan mereka terutama disebabkan oleh pemotongan anggaran yang resmi dan dirasa mengancam keberlanjutan program pembangunan di daerah.
Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, atau yang biasa disapa Mualem, menyatakan ketidakpuasannya terkait pemotongan anggaran hingga 25 persen. Ia menilai kebijakan ini akan berdampak langsung pada program-program yang selama ini crucial bagi peningkatan kesejahteraan rakyat.
Demonstrasi ini mencerminkan ketidakpuasan yang lebih luas dari pemerintah daerah, yang mulai terpinggirkan dalam alokasi anggaran pusat. Mereka mengharapkan adanya dialog untuk menciptakan solusi yang lebih baik dan lebih adil dalam pengelolaan anggaran tersebut.
Fokus Pemerintah pada Program Prioritas
Di balik polemik ini, Fauzi menjelaskan bahwa pemerintah tetap berkomitmen pada program-program prioritas yang dianggap mampu memberikan dampak signifikan. Program Makan Bergizi Gratis merupakan salah satu contohnya, yang diyakini dapat membantu pencapaian tujuan pemerintah untuk menurunkan angka stunting.
Program-program lain seperti pendidikan untuk masyarakat melalui sekolah rakyat juga digambarkan sebagai langkah strategis. Ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk menciptakan generasi yang sehat dan berpendidikan, meskipun dihadapkan pada keterbatasan anggaran.
Dengan pemangkasan dana ini, diharapkan dapat tercipta efisiensi dalam penggunaan anggaran yang ada. Fauzi berpendapat bahwa distribusi yang lebih baik akan berujung pada pemanfaatan dana yang lebih optimal, sehingga manfaatnya akan lebih terasa oleh masyarakat.













