Dalam sebuah kasus penipuan yang mengejutkan, seorang perempuan berinisial FE (26) ditangkap oleh Polres Bantul karena terlibat dalam praktik terapi kesehatan ilegal. Kasus ini mencuat ketika seorang ibu, berinisial J, mencari pengobatan untuk anaknya dan terjebak dalam jebakan finansial yang menghancurkan.
Kasus ini dimulai pada Juni 2024 ketika J diperkenalkan kepada FE melalui seorang kerabat. Dengan harapan untuk menemukan solusi bagi masalah kesehatan anaknya, J mengunjungi lokasi terapi yang dikelola oleh FE di Padusan, Argosari, Sedayu.
Menurut informasi yang diberikan oleh Kasat Reskrim Polres Bantul, AKP Achmad Mirza, FE yang berpura-pura sebagai dokter meminta pembayaran awal sebesar Rp15 juta sebagai biaya pendaftaran. Pada awalnya, J merasa optimis tentang pengobatan tersebut, tetapi ia tidak menyadari bahwa ini hanyalah awal dari serangkaian penipuan yang lebih besar.
Rangkaian Penipuan yang Menghancurkan Kehidupan Korban
Setelah pembayaran awal, FE melanjutkan aksinya. Beberapa minggu setelah itu, ia menyatakan bahwa anak J mengalami mythomania, yang merupakan gangguan psikologis, dan meminta tambahan biaya sebesar Rp7,5 juta. Korban yang sudah terperdaya tidak bisa lagi berpikir jernih, lalu menyerahkan uang tersebut.
Selanjutnya, pada Agustus 2024, FE meminta deposit pengobatan Rp132 juta, klaim yang semakin merugikan J. Dalam beberapa bulan berikutnya, modus penipuan FE semakin mengembang, ketika ia meminta berbagai pembayaran lain yang mencapai puluhan juta rupiah.
Korban sempat menempatkan sertifikat tanah milik ayahnya sebagai jaminan untuk uang yang diminta. Hal ini menunjukkan betapa besar keputusasaan dan ketidakpastian yang dialami J, yang berusaha menyelamatkan anaknya melalui cara-cara yang semakin ekstrem.
Dampak Emosional dan Finansial Bagi Korban
Seiring berjalannya waktu, tekanan dan beban emosional yang dihadapi J semakin meningkat. Pada Februari 2025, FE mengklaim bahwa J terinfeksi HIV dan menawarkan pengobatan seharga Rp320 juta. Ini adalah titik di mana korban akhirnya menyadari bahwa ia sedang dalam situasi yang sangat berbahaya.
Walaupun terpaksa mengeluarkan uang lagi, J berusaha untuk tidak kehilangan harapan. Namun, pada Juli 2025, FE kembali meminta tambahan uang sebesar Rp10 juta untuk proses pengobatan yang dijanjikan. Ini menciptakan kesadaran di mental J bahwa ia telah terjebak dalam penipuan yang sangat cerdik.
Keterbatasan finansial dan emosional benar-benar menghantui kehidupan J. Dalam kurun waktu ini, ia kehilangan total Rp538 juta dan sertifikat tanah milik ayahnya akibat penipuan FE.
Proses Penegakan Hukum dan Penangkapan Pelaku
Setelah menduga adanya penipuan, J memutuskan untuk mengonfirmasi status FE ke rumah sakit besar di kota. Hasil pemeriksaannya menunjukkan bahwa FE tidak terdaftar sebagai dokter, yang menimbulkan rasa sakit dan kemarahan luar biasa bagi J. Pengujian lebih lanjut menunjukkan bahwa ia juga tidak mengidap HIV.
Setelah menyadari semua ini, J melaporkan kasusnya ke Unit Tipider Polres Bantul. Tim kepolisian bergerak cepat dan berhasil menangkap FE pada 5 September di rumah kontrakannya.
Dalam proses penangkapan, aparat kepolisian menyita sejumlah barang bukti, termasuk perlengkapan medis palsu dan perangkat komunikasi yang digunakan FE untuk berinteraksi dengan korban. Keberhasilan tersebut merupakan langkah awal untuk membawa pelaku ke pengadilan.
FE kini harus menghadapi tuntutan serius berupa Pasal 378 KUHP tentang Penipuan dengan ancaman pidana hingga empat tahun penjara. Selain itu, ia juga akan dijerat dengan undang-undang kesehatan yang dapat menambah masa hukumannya.
Lebih lanjut, FE mengaku bahwa uang hasil penipuan dipakai untuk kebutuhan sehari-hari. Ia mengakui niatnya untuk menjadi dokter, namun jalur yang dipilihnya ternyata sangat keliru dan merugikan banyak orang.













