Romo FX Mudji Sutrisno, seorang rohaniwan yang sangat dihormati, meninggal dunia pada akhir Desember 2025. Kepergiannya meninggalkan duka mendalam bagi banyak orang, khususnya komunitas Katolik di Indonesia.
Ia wafat di RS Carolus, Jakarta, pada usia 71 tahun setelah berjuang melawan sakit. Sepanjang hidupnya, Romo Mudji dikenal sebagai sosok yang menginspirasi banyak orang, baik dalam bidang keagamaan maupun pendidikan.
Perjalanan Hidup dan Pendidikan Romo Mudji Sutrisno
Romo Mudji lahir di Solo, Jawa Tengah, pada 12 Agustus 1954. Beliau menempuh pendidikan tinggi di Universitas Gregoriana di Italia, di mana ia meraih gelar doktor di bidang filsafat.
Dengan latar belakang pendidikan yang sangat kuat, Romo Mudji merasa terpanggil untuk membagikan pengetahuannya kepada generasi muda. Ia mengajar di Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara, menjadi mentor bagi banyak mahasiswa yang ingin mendalami filsafat.
Pendidikan dan pengalamannya di luar negeri memberikan perspektif yang luas, yang kemudian ia aplikasikan dalam ajarannya. Ia tidak hanya mengajar teori-teori filsafat, tetapi juga mengaitkannya dengan praktik kehidupan sehari-hari.
Sumbangsih dalam dunia keagamaan dan sosial
Romo Mudji bukan hanya seorang rohaniwan dan akademisi, tetapi juga seorang aktivis sosial. Ia dilibatkan dalam Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada periode 2001-2005, meski saat itu ia memutuskan mundur untuk berfokus pada pengajaran.
Keterlibatannya dalam KPU menunjukkan komitmennya terhadap demokrasi dan keadilan sosial. Ia percaya bahwa setiap individu memiliki hak untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan yang memengaruhi kehidupan mereka.
Dengan kemampuan komunikasi yang baik, Romo Mudji sering menyampaikan pesan-pesan moral yang mendalam kepada masyarakat. Keterlibatannya dalam kegiatan sosial menjadikannya figur yang sangat dihormati di komunitasnya.
Karya-karya Sastra dan Budaya
Di samping karirnya sebagai rohaniwan dan akademisi, Romo Mudji juga dikenal sebagai penulis produktif. Beberapa karyanya, terutama di bidang puisi, mendapat perhatian luas dari masyarakat.
Buku-buku seperti “Ziarah Anggur,” yang merupakan kumpulan puisi, mencerminkan kedalaman pikirannya serta kepekaannya terhadap kehidupan. Romo Mudji juga menulis buku puisi lainnya, termasuk “Tu(l)ah Kata” dan “Sunyi yang Berbisik.”
Ia tidak hanya menulis, tetapi juga aktif dalam dunia seni. Kegiatan pameran lukisan, seperti pameran “Dari Gereja ke Gereja,” menunjukkan bahwa ia memiliki bakat di bidang seni visual. Seni dan puisi bagi Romo Mudji adalah dua medium untuk mengekspresikan pemikirannya.
Penghormatan dan Perpisahan Akhir
Kepergian Romo Mudji membawa duka mendalam terutama bagi kalangan akademis dan gereja. Upacara persemayaman diadakan di Colese Canisius, Menteng, Jakarta, pada Senin, 29 Desember 2025.
Misa Requiem yang digelar pada tanggal yang sama menjadi kesempatan bagi banyak orang untuk memberikan penghormatan terakhir. Misa ini merupakan ritual penting dalam Gereja Katolik yang bertujuan untuk mendoakan arwah orang yang telah meninggal.
Pemakaman dilaksanakan pada 31 Desember di Taman Maria Ratu Damai, Ungaran, Jawa Tengah. Keluarga, sahabat, dan para muridnya hadir untuk memberikan penghormatan terakhir kepada sosok yang telah banyak berkontribusi bagi masyarakat.













