Upaya Direktur Lokataru Foundation Delpedro Marhaen bersama tiga aktivis lainnya untuk menggugurkan status tersangka dalam kasus dugaan penghasutan terkait demonstrasi bulan Agustus lalu mengalami kegagalan di pengadilan. Dalam sidang yang berlangsung pada tanggal 27 Oktober, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak permohonan praperadilan tersebut.
Putusan ini menjadi sorotan banyak pihak, mengingat tuntutan hukum yang dihadapi oleh para aktivis ini dinilai cukup berat. Sidang awal praperadilan dimulai dari permohonan yang diajukan mahasiswa Universitas Riau, Khariq Anhar, dengan nomor perkara 131 dan 128/Pid.Pra/2025/PN JKT.SEL.
Hakim dalam putusannya menegaskan bahwa permohonan praperadilan Khariq juga ditolak. Dengan demikian, status tersangka Khariq dalam kasus tersebut dianggap sah berdasarkan regulasi yang ada.
Keputusan Pengadilan dan Implikasinya Terhadap Aktivis
Pada sidang praperadilan, hakim Sulistyo Muhamad Dwi Putro membacakan putusan yang menolak permohonan untuk seluruhnya dengan pernyataan resmi. Ini menunjukkan bahwa lembaga peradilan mengakui proses hukum yang telah dilakukan oleh pihak kepolisian dalam menetapkan status tersangka.
Putusan ini membebankan biaya perkara kepada pemohon dengan jumlah nihil, sebuah keputusan yang menunjukkan ketidakpuasan pihak pemohon. Di sisi lain, hakim Rochmad Budiharto juga menolak permohonan dari Delpedro dengan argumentasi yang cukup kuat tentang proses hukum yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya.
Menurut hakim, pengacara dan penyidik telah melakukan penyelidikan yang mendalam sebelum menetapkan seseorang sebagai tersangka. Termohon menjalani serangkaian pemeriksaan saksi dan menemukan barang bukti berupa bukti digital yang relevan dengan dugaan tindak pidana.
Proses Hukum yang Memicu Kontroversi
Penyidik Polda Metro Jaya menjalankan proses hukum ini dengan cara yang sesuai ketentuan. Pihak pengadilan menemukan bahwa pengadilan sebelumnya telah memberikan izin untuk melakukan penggeledahan dan penangkapan yang menjadi dasar penetapan tersangka.
Hakim menyatakan bahwa berdasarkan bukti-bukti yang ada, proses hukum telah berlangsung sesuai prosedur yang ditetapkan. Hal ini menjadi salah satu alasan penolakan permohonan praperadilan yang diajukan oleh Delpedro.
Proses panjang ini menunjukkan bagaimana hukum bisa menjadi sangat kompleks, terutama ketika menyangkut hak-hak individu dalam konteks kebebasan berpendapat. Aktivis sering kali harus berhadapan dengan kebijakan hukum yang ketat, seringkali dianggap berada di luar kendali mereka.
Reaksi dari Tim Advokasi untuk Demokrasi dan Masyarakat
Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) tidak dapat menahan kekecewaannya terhadap putusan hakim. Mereka berpendapat bahwa hakim telah mengabaikan beberapa prinsip penting dalam hukum, terutama yang berkaitan dengan pemeriksaan saksi.
Mereka menunjukkan bahwa sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi, selain memerlukan dua alat bukti, penyidik juga wajib memeriksa saksi ketika menetapkan seseorang sebagai tersangka. Hal ini menunjukkan bahwa proses hukum yang berlaku tidak selalu dijalankan dengan transparan.
TAUD menyampaikan bahwa keempat aktivis yang ditangkap belum pernah diperiksa sebagai saksi sebelumnya. Menurut mereka, sidang praperadilan ini lebih mirip prosedur administratif ketimbang sebuah forum yang bermakna untuk mencari keadilan.
Fenomena Penegakan Hukum dalam Konteks Kebebasan Berbicara
Penting untuk menyoroti bahwa situasi ini mencerminkan tantangan konstan yang dihadapi oleh para aktivis dalam memperjuangkan kebebasan berekspresi. Dalam dunia yang semakin mengedepankan kebebasan berpendapat, hukum sering kali dijadikan alat untuk mengekang suara-suara yang berbeda.
Ketika hukum dipakai untuk menindak aktivis, hal ini menimbulkan ketidakpuasan di kalangan publik. Para aktivis mengutip bahwa penegakan hukum harus dilakukan dengan cara yang adil dan demokratis, tetap menghormati hak asasi manusia.
Kasus Delpedro dan rekan-rekannya menunjukkan bahwa ketidakpastian hukum masih menjadi masalah dalam penegakan hukum di Indonesia. Keseimbangan antara keamanan publik dan kebebasan berpendapat harus dipastikan agar tidak menjadi alat represi.













