Warga adat di Negeri Kaibobo, Kecamatan Kairatu Barat, Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku, sedang menghadapi situasi yang tegang akibat rencana pembangunan Batalion TNI Kodam XVI/Pattimura di lahan adat mereka. Gerakan menuju blokade jalan, yang dilakukan dengan batang pohon besar, berdampak besar pada akses transportasi antar kabupaten di Pulau Seram.
Tindakan ini mencerminkan ketidakpuasan warga setempat terhadap pemerintah yang dinilai mengabaikan hak ulayat mereka. Dalam konteks ini, perselisihan antara warga dan aparat keamanan semakin memanas, menciptakan perhatian publik yang signifikan.
Upaya untuk meredakan ketegangan dilakukan oleh Dandim Seram Bagian Barat, Letkol Inf Rudolf Faulus. Meskipun demikian, interaksi tersebut tidak berjalan mulus dan berujung pada ketegangan antara kedua pihak.
Tindakan Blokade dan Respons Aparat Keamanan
Aksi blokade yang dilakukan oleh warga Kaibobo dimulai pada Kamis, menunjukkan kekuatan solidaritas dan ketidakpuasan yang menyebar di antara mereka. Letkol Rudolf menyampaikan bahwa pendekatan seperti itu tidak seharusnya dilakukan di jalan umum, tetapi warga tetap bersikeras mempertahankan hak ulayat yang mereka rasa terabaikan.
Warga mengungkapkan bahwa mereka bukanlah penantang aparat, melainkan mereka hanya memperjuangkan hak-hak mereka. Kalimat-kalimat tersebut memiliki makna mendalam, menegaskan bahwa loro, atau hak, adalah hal yang sangat sakral dalam adat mereka.
Selama perdebatan yang tegang itu, Letkol Rudolf mencoba menerapkan pendekatan dialog, tetapi situasi tetap tegang. Diskusi antara aparat dan warga menjadi ajang bagi kedua pihak untuk menyuarakan ketidakpuasan masing-masing, meskipun hasilnya tidak memuaskan semua pihak.
Pertahanan Tradisi dan Hak Ulayat
Alex Kuhuwael, Raja Negeri Kaibobo, mengingatkan bahwa perjuangan warga bukanlah untuk menciptakan konflik, melainkan untuk menuntut pengakuan hak ulayat mereka. Dalam pernyataannya, ia menegaskan bahwa lahan yang dibangun akan menjadi masalah hukum di kemudian hari jika tidak ada kesepakatan dengan masyarakat adat.
Aksi blokade ini juga mencerminkan lebih dari sekadar ketidakpuasan; ia merupakan simbol perjuangan untuk menjaga tradisi dan tanah nenek moyang. Situasi ini menciptakan sebuah panggung di mana suara-suara kecil dapat disuarakan, menantang kekuasaan lebih besar.
Warga juga merasa bahwa pembangunan Batalion TNI merupakan langkah yang tidak sensitif terhadap hak masyarakat lokal. Mereka mempertanyakan legitimasi pemerintah dalam mengeluarkan izin untuk proyek yang berada di atas tanah adat.
Dialog dan Upaya Penyelesaian Masalah
Bupati Seram Bagian Barat, Asri Arman, segera turun tangan untuk menemui warga dan memahami lebih dalam tentang isu lahan yang dipermasalahkan. Dengan harapan untuk meredakan situasi, ia berkomitmen untuk menemukan solusi yang adil bagi semua pihak yang terlibat.
Setelah pertemuan yang cukup intens, Bupati Arman berjanji untuk memanggil kepala desa dan pihak-pihak terkait untuk membahas masalah lahan adat. Ini menunjukkan bahwa perlunya dialog terbuka untuk menciptakan kesepahaman dan menyelesaikan ketegangan.
Asri Arman meminta kepada warga untuk menahan diri dan tidak melakukan aksi blokade lebih lanjut. Permintaan ini bertujuan untuk menjaga keamanan dan kelancaran aktivitas masyarakat, seperti akses bagi pasien yang memerlukan perawatan penting.
Implikasi Sosial dan Kebijakan di Masa Depan
Situasi di Negeri Kaibobo mencerminkan tantangan yang lebih besar terkait pengakuan hak-hak masyarakat adat di Indonesia. Isu lahan adat sering kali menjadi pemicu konflik, dan penting bagi pemerintah untuk lebih sensitif terhadap isu-isu seperti ini di masa depan.
Dialog yang konstruktif antara pemerintah dan masyarakat adat dibutuhkan untuk mencegah bentrokan lebih lanjut. Keberadaan perwakilan masyarakat dalam pengambilan keputusan adalah langkah penting untuk memastikan bahwa suara mereka didengar dan diperhitungkan.
Pengalaman warga Kaibobo mungkin menjadi cermin bagi daerah-daerah lain yang menghadapi masalah serupa. Dengan strategi yang tepat dan pendekatan yang lebih inklusif, diharapkan bahwa solusi yang adil dapat ditemukan, menjadi contoh untuk masa depan.













