Dua jenis bahan bakar yang saat ini dijual oleh Pertamina, yaitu Pertalite dan Pertamax, memicu diskusi hangat di kalangan pengguna kendaraan. Kandungan sulfur yang tinggi dalam kedua bahan bakar ini menjadi perhatian utama karena dapat menyebabkan kerusakan pada mesin kendaraan dan tidak memenuhi regulasi lingkungan yang berlaku.
Pemerintah Indonesia telah menetapkan kriteria spesifikasi bahan bakar minyak (BBM) yang sesuai untuk kendaraan dengan standar Euro 4. Kriteria tersebut meliputi kadar oktan minimal 91, bebas dari timbal, serta kandungan sulfur yang maksimal sebesar 50 ppm.
Pertalite memiliki RON 90 dengan kadar sulfur yang mencapai 500 ppm, sedangkan Pertamax memenuhi syarat RON 92, tetapi kandungan sulfurnya juga tidak sesuai dengan standar maksimal tersebut.
Pertimbangan Mengenai Kandungan Sulfur dalam Bahan Bakar
Kandungan sulfur yang tinggi dalam bahan bakar dapat meningkatkan emisi gas buang yang berbahaya bagi lingkungan. Hal ini menjadi perhatian pemerintah dalam upaya untuk mengurangi polusi dan mematuhi standar lingkungan yang lebih ketat. Selain itu, sulfur dapat mengendap dalam mesin dan menyebabkan berbagai masalah teknis yang dapat mengurangi performa kendaraan.
Di sisi lain, perkembangan teknologi dalam industri otomotif memerlukan bahan bakar yang lebih bersih dan ramah lingkungan. Oleh karena itu, pemerintah dan perusahaan terkait mencari alternatif yang lebih baik, seperti penggunaan etanol sebagai campuran dalam bahan bakar bensin.
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa mencampur etanol dalam bensin dapat mengurangi kadar sulfur. Ini merupakan salah satu solusi yang dipertimbangkan untuk menghasilkan BBM yang lebih ramah lingkungan, sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Pentingnya Penggunaan Etanol Sebagai Solusi Masa Depan
Belakangan ini, terdapat rencana pemerintah untuk menerapkan campuran etanol dalam bensin sebanyak 10 persen, dikenal sebagai biofuel E10, yang direncanakan mulai berlaku pada tahun 2026. Dengan langkah ini, diharapkan dapat tercapai kebutuhan akan bahan bakar yang lebih bersih dan efisien.
Ronny Purwadi, seorang dosen di Institut Teknologi Bandung, mengungkapkan bahwa penggunaan etanol dapat menurunkan kadar sulfur dalam bahan bakar. Kendati demikian, penurunan yang signifikan masih membutuhkan studi lebih lanjut untuk mengetahui persentase pastinya.
Etanol ini umumnya dihasilkan dari bahan baku pangan seperti nira tebu, jagung, kentang, dan singkong. Indonesia memiliki potensi besar untuk memproduksi etanol dari bahan baku lokal seperti molase dan nira aren, yang dapat mendukung program biofuel ini.
Produk Bahan Bakar Ramah Lingkungan yang Sudah Ada
Salah satu produk yang telah diluncurkan adalah Pertamax Green, yang merupakan campuran Pertamax dengan etanol sebesar 5 persen. Produk ini dirancang untuk memenuhi spesifikasi Euro 4, dengan kadar RON 95 dan sulfur maksimum 50 ppm.
Dari hadirnya Pertamax Green, diharapkan masyarakat dapat beralih ke bahan bakar yang lebih ramah lingkungan. Inisiatif tersebut merupakan langkah nyata dalam upaya pemerintah dan industri untuk mencapai target emisi yang lebih rendah dan keberlanjutan energi dalam jangka panjang.
Keberhasilan penerapan etanol sebagai campuran dalam bahan bakar juga tergantung pada dukungan masyarakat dan kesediaan mereka untuk beralih ke pilihan yang lebih baik. Masyarakat harus menyadari manfaat jangka panjang dari penggunaan BBM yang lebih bersih dan lebih efisien untuk kendaraan mereka.













